I. Pendahuluan
Dalam meningkatkan persaingan bisnis dan memelihara hubungan pelanggan, salah satu strategi yang dapat dilakukan perusahaan adalah dengan memberikan fleksibilitas pembayaran. Salah satu contohnya adalah pembayaran yang dapat dilakukan setelah barang sampai ditangan customer atau jasa diberikan kepada penerima jasa. Fleksibilitas pembayaran tentu saja dapat menimbulkan risiko bisnis. Dalam situasi tertentu, bisa jadi proses penagihan mengalami kendala. Salah satu kebijakan yang diambil perusahaan adalah dengan memberikan kebijakan perpanjangan jangka waktu pembayaran. Jika proses penagihan yang dilakukan secara maksimal tidak berujung pada pembayaran, tagihan tersebut dapat menjadi piutang tak tertagih yang akan dimunculkan dalam laporan rugi laba perusahaan.
Secara komersial terdapat dua metode pembebanan piutang tak tertagih yang dapat dilakukan oleh perusahaan, yaitu menggunakan Metode Penghapusan (Write-off) dan Metode Penyisihan atau Pencadangan (Bad debt allowance). Untuk metode penghapusan (Write-off), perusahaan dapat langsung membebankan piutang yang dihapus dengan mengkreditkan akun piutang tersebut. Namun untuk metode penyisihan, perusahaan dapat membentuk akun cadangan atas piutang yang diperkirakan tidak akan tertagih. Dalam penggunaan metode ini, perusahaan dapat memilih salah satu metode yang ingin digunakan sesuai dengan jenis kegiatan usahanya.
Namun dalam menjalankan kewajiban perpajakan perusahaan untuk mengakui beban piutang tak tertagih secara fiskal, maka perusahaan atau wajib pajak harus memperhatikan syarat yang harus dipenuhi dalam pembebanan piutang tak tertagih yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Peghasilan.
II. Pembahasan
Pengertian Piutang Tak Tertagih
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.010/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 Tentang Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto dijelaskan bahwa :
Yang dimaksud dengan piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih ialah ;
- piutang yang timbul dari transaksi bisnis yang wajar sesuai dengan bidang usahanya,
- yang nyata-nyata tidak dapat ditagih meskipun telah dilakukan upaya-upaya penagihan yang maksimal atau terakhir oleh Wajib Pajak.
- tidak termasuk piutang yang berasal dari transaksi bisnis dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dengan Wajib Pajak.
Sedangkan pengertian dari Penerbitan umum atau penerbitan khusus ialah:
- Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman pada penerbitan surat kabar/majalah atau media massa cetak yang lazim lainnya yang berskala nasional; atau
- Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman pada:
- penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara (HIMBARA)/Perhimpunan Bank-Bank Umum Nasional (PERBANAS);
- penerbitan/pengumuman khusus Bank Indonesia; dan/atau
- penerbitan yang dikeluarkan oleh asosiasi yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dan pihak kreditur menjadi anggotanya.
Syarat Piutang yang Nyata-nyata Tak Tertagih
Wajib Pajak dapat membebankan biaya piutang tak tertagih dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak dengan syarat :
- Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan rugi laba komersial;
- Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak, baik dalam bentuk hard copy (dilampirkan SPTnya) dan soft copy;dan
- Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut : (pilih salah satu)
- telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara;atau
- terdapat perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan;atau
- telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus (dapat berupa penerbitan internal asosiasi atau sejenisnya);atau
- adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
Pada tahun 2015, PT Ortax Indonesia memiliki data piutang tak tertagih secara komersial kepada pihak debitur dengan rincian sebagai berikut (dalam Ribuan Rupiah)
Dalam kasus diatas dapat dijelaskan bahwa pada nomor 1 dan 4 tidak terpenuhi dikarenakan ;
- Pada Nomor 1 (PT ABC) >> Syarat mutlak pada huruf b yaitu daftar piutang tidak diserahkan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
- Pada Nomor 4 (PT JKL) >> Daftar piutang tak tertagih tidak memenuhi salah satu syarat pada huruf c
1. | Daftar Nominatif ; harus mencantumkan identitas debitur berupa nama, NPWP, alamat, jumlah plafon utang yang diberikan, dan jumlah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih. |
Dikecualikan dari keharusan mencantumkan identitas debitur berupa NPWP ialah piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang berasal dari plafon utang sampai dengan Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah), baik yang berasal dari satu utang maupun gunggungan dari beberapa utang yang diterima dari satu kreditur.
2. | Lampiran Daftar Nominatif ; (pilih salah satu)
|
– |
Debitur kecil >> jumlah piutangnya tidak melebihi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya pemberian:
|
||||||||||||
– | Debitur kecil lainnya >> piutang debitur kecil lainnya yang jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). |
- Apabila Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dalam Pasal 3 dibayar seluruhnya atau dibayar sebagian oleh debitur, maka jumlah piutang yang dibayar seluruhnya atau dibayar sebagian tersebut merupakan penghasilan bagi kreditur pada tahun pajak diterimanya pembayaran.
IV. Referensi
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 207/PMK.010/2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 Tentang Piutang Yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
sumber : www.ortax.org